
Ontimes.id, Jakarta – Pernyataan Prof ST Burhanuddin yang dijadikan sebagai wacana bagi Koruptor terkait hukuman mati menjadi pertimbangan Jaksa Agung.
Sebagaimana yang telah terjadi pada Jumat, 29 Juli 2016, dini hari Freddy Budiman, Michael Titus Igweh (Nigeria), Humprey Ejike (Nigeria), dan Gajetan Acena Seck Osmane (Afrika Selatan) mereka adalah koruptor yang terpidana hukuman mati.
Sebanyak 274 terpidana hukuman mati sampai hari belum ada pengeksekusian dari Jaksa Agung. Kasus tersebut bersumber dari berbagai macam kasus yakni yakni 68 pembunuhan, 90 narkotika, 8 perampokan, 1 terorisme, 1 pencurian, 1 kesusilaan, dan 105 pidana lainnya.
Sejumlah nama beken di dunia hitam masih bisa menghirup udara bebas di dalam penjara. Seperti Meirika Franola itu direkrut oleh WN Pantai Gading, Mouza Sulaiman Domala, untuk terjun dalam bisnis gelap narkoba pada penghujung 1990-an. Ola lalu merekrut saudaranya untuk berbisnis heroin yaitu Rani dan Deni.
Baca Juga: Pria Ini Pilih Masuk Penjara Ketimbang Satu Rumah Sama Istri
Dalam perjalanannya, mereka diendus aparat dan digerebek pada tahun 2000. Suami Ola mati tertembus timah panas dalam penggerebekan. Rani dan Deni ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta saat akan membawa 15 kg heroin ke Inggris. Deni sudah duduk di pesawat beberapa saat sebelum pesawat lepas landas. Sedangkan Ola ditangkap di lobi bandara usai mengantar Rani dan Deni.
Atas perbuatan mereka, lalu ketiganya dihukum mati. Tapi apa daya, hukuman mati Deni dan Ola dianulir oleh Presiden SBY pada 2012 menjadi penjara seumur hidup. Adapun status Rani tetap yaitu terpidana mati.
Namun Ola bukannya tobat tapi malah kembali mengedarkan narkoba dari balik penjara. Akhirnya ia dihukum mati lagi oleh MA pada Desember 2015.
Bagaimana dengan Rani? Ia telah dieksekusi mati terlebih dahulu pada Januari 2015.
Jumlah diatas terus bertambah. Sebab di tahun 2020 saja, sedikitnya ada 75 orang dijatuhi hukuman mati di berbagai wilayah di Indonesia.
(sp/nk)*