
Ontimes.id, Jakarta – Mahasiswa pascasarjana Sekolah Tinggi Teologi (STT) Ekumene Kelapa Gading, Jakarta Utara, Adhitya RH Simanjuntak melaporkan dugaan pencemaran nama baik oleh sang dosen Yohanes Parapat, ke Polda Metro Jaya.
Kuasa hukum Adhitya RH Simanjuntak, Farida Felix mengatakan pelaporan tersebut dilakukan kliennya lantaran tidak terima dituduh oleh sang dosen telah memalsukan surat kelulusannya.
Farida menilai sikap Yohanes merupakan sebuah tindakan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap kliennya. Sebab, kliennya yakni Adhitya telah memenuhi seluruh persyaratan yang diwajibkan untuk lulus dan diwisuda oleh kampus.
“Klien saya telah di wisuda secara resmi dan telah melewati seluruh syarat untuk wisuda oleh STT Ekumene,” ujarnya kepada wartawan, Senin (7/3).
Farida menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan Kepala Prodi STT Ekumene Andri Pasaribu dan sesuai dengan Permendikbud Nomor 46 tahun 2019, syarat bagi mahasiswa Pascasarjana untuk lulus terbagi menjadi tiga.
Pertama, mahasiswa pascasarjana dapat dinyatakan lulus apabila telah mencapai minimal 36 SKS (Satuan Kredit Semester). Kedua, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) minimal 3.0. Ketiga, mahasiswa harus telah menyelesaikan tesis.
“Semua itu sudah dilakukan klien saya, bahkan klien saya sudah mencapai 50 SKS, jauh di atas syarat minimal. IPK Adhitya juga 3.63, lebih tinggi dari syarat minimal IPK,” jelasnya.
Farida juga membantah bahwa kliennya belum mendapatkan nilai Mata Kuliah Kepemimpinan Kristen seperti yang dituduhkan sang dosen. Ia mengatakan, kehadiran kliennya dalam mata kuliah tersebut selalu berada di atas 80 persen.
Baca Juga: Puan Tantang Mahasiswa Lahirkan Inovasi Membumikan Pancasila di Era Modern
Baca Juga: Kemendikbudristek Targetkan 175 Ribu Mahasiswa Penerima KIP Kuliah Merdeka 2022
Selain itu, Farida mengklaim kliennya pun selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Bahkan ia mengaku nilai kliennya berkisar di angka 90-100.
“Saya justru heran, kenapa seorang dosen bisa berbohong seperti itu. Kita tidak tahu apa motifnya,” tuturnya.
Farida mengungkapkan mata kuliah Kepemimpinan Kristen yang dipermasalahkan Yohanes Parapat juga tidak termasuk sebagai mata kuliah wajib. Pula, hanya sebanyak 2 SKS.
“Kalaupun mata kuliah Kepemimpinan Kristen tidak dimasukkan juga tidak masalah karena bukan mata kuliah wajib,” jelas Farida.
Farida menilai tuduhan yang dilakukan Yohanes terhadap kliennya tidak berdasar. Farida juga menilai sang dosen telah melampaui kewenangannya.
Sebab, pihak yang berwenang menentukan kelulusan mahasiswa adalah institusi STT Ekumene dan Dirjen Dikti. Dia menilai seharusnya sang dosen melaporkan pihak kampus, bukan kliennya.
“Tuduhan terhadap klien saya jelas salah alamat. Seharusnya Yohanes melaporkan pihak kampus STT Ekumne, bukan mahasiswa,” ujarnya.
Selain fitnah, Farida mengatakan, langkah pelaporan balik sang dosen dilakukan kliennya karena dinilai telah melakukan pencemaran nama baik. Sebab, Yohanes sempat membuat konferensi pers dengan menyebut nama kliennya secara langsung.
“Nama klien saya beredar di puluhan media nasional. Padahal klien saya tidak melakukan apa yang dituduhkan dosen,” terangnya.
“Apakah layak seorang dosen melakukan hal-hal seperti itu dan menjelekkan mahasiswanya sendiri. Kita justru bertanya kapabilitas keilmuannya,” tambahnya.
Laporan pencemaran nama baik oleh Yohanes tersebut diterima penyidik Direktorat Reserse Umum Polda Metro Jaya dengan Nomor: LP/B/1156/III/2022/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 7 Maret 2022.
Terdapat sejumlah pasal yang dipakai dalam laporan ini. Antara lain Pasal 335 KUHP dan Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE. Selain itu, Pasal 93 UU Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.
Laporan Adhitya RH Simanjuntak tersebut merupakan respons atas dosennya, Yohanes Parapat yang melapor ke Polda Metro Jaya.
Pada Minggu (13/2) kemarin, Yohanes Parapat melaporkan lima orang mahasiswanya termasuk Adhitya RH Simanjuntak dengan dugaan pemalsuan surat ke Polda Metro Jaya.
Dalam laporan sebelumnya, Yohanes mengaku melihat kelima mahasiswa tersebut menjalani wisuda virtual yang diadakan oleh pihak kampus. Padahal menurutnya, kelima mahasiswa tersebut belum mendapat nilai pada mata kuliah yang ia ajar. (fh/md).