
Ontimes.id, Surabaya – Kepercayaan Publik terhadap Polri, munurun. Khususnya di daerah pedesaan. Dalam penegakan hukum, Masyarakat lebih percaya Kejaksaan Agung, (Kejagung), pengadilan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dibanding Polri.
Sosiolog dan tokoh pemuda Nadlatul Uluma (NU) Jawa Timur, Mohtazul Farid mengungkap, hasil survei LSI terbaru, tingkat kepercayaan publik kepada Polri menurun sebesar 2% poin. Semula 72% menjadi 70% pada Agustus 2022. Angkanya kemudian anjlok hingga 17% poin menjadi 53% pada Oktober 2022.
Polri sebagai APH paling tidak dipercaya publik, di bawah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kondisi ini diperparah dengan terungkapnya kasus Ferdy Sambo.
”Kasus Ferdy Sambo menjadi momentum yang baik bagi Polri untuk berbenah dan evaluasi internal,” ungkap Dosen Sosiologi Fisib UTM ini.
”Ada beberapa aspek di tubuh polri yang perlu direformasi, antara lain aspek kultural,” tambah Farid, saat menjadi narasumber Diskusi Publik bertema Reformasi Kultural Polri, di Aula Bober Cafe & Komunitas, Kota Surabaya, Selasa (28/11) siang.
Baca Juga: IPW Desak Kapolri Bentuk Timsus Dugaan Beking Tambang Ilegal
Baca Juga: Punya Bumdes Terbanyak di RI, Khofifah Optimis Kinerja Ekspor UMKM Meningkat
Farid menilai, ketidakpercayaan masyarakat terhadap Polri, akibat ulah beberapa oknum polisi. Misalnya, ada istilah 86 yang secara tidak langsung disosialisasikan kepada masyarakat. Istilah ini familiar ditelinga masyarakat. Istilah tersebut identik dengan penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan.
”Istilah 86 ini awalnya muncul dari oknum kepolisian. Sekalipun tidak ada arti yang pasti dalam kamus, tetapi praktik di masyarakat berkonotasi dengan hal yang negatif dalam penegakan hukum,” jelas mantan Ketua Cabang PMII Bangkalan.
Farid bercerita, seperti penanganan perkara pidana di suatu daerah pinggiran di Pulau Madura. Perkara tersebut awalnya ditangani, namun selang beberapa bulan kasusnya hilang dan tidak cukup bukti.
Ada beberapa kasus yang tidak terungkap, misalnya pembacokan terhadap aktifis. “Memang harus ada kontrol sosial dari masyarakat dan ada reformasi Kultural sehingga citra Polri di mata masyarakat keseluruhan bisa baik,” terang Farid Tokoh muda NU dari Madura.
Farid melanjutkan, dirinya pernah mendapat keluhan dari sopir truk terkait kinerja oknum polisi. Si Sopir sedang membawa pupuk ke luar Madura. Saat perjalanan terkena operasi Polisi, Kemudian diselesaikan di luar pengadilan, dengan kompensasi yang memberatkan bagi si sopir.
Untuk itu, dengan berbagai fenomena tentang kinerja polisi, sudah saatnya polisi menjalankan pasal 2 UU No. 2 tahun 2002, bahwaKepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan kamtibmas, penegakan hukum , perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Reformasi Kultur polri agar dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat, dapat dilakukan dengan: penegakan hukum berorientasi ketaatan hukum mutlak, kompetensi yang baik dalam penyidikan, berani menolak suap, bebas intervensi, responsif terhadap aspirasi masyarakat, menjadikan moralitas sebagai acuan dalam penegakan supremasi hukum. (sf/nd). *